Mencoba halaman baru

rss

3 berita pendidikan

5 Opini Terbaru

» script dari http://o-om.com/

Selasa, 24 November 2009

Dirgahayu Guru

M. Ridwan *)

Setiap tahun kita selalu memperingati hari Guru yang bertepatan tanggal 25 November. Selamat, saya ucapkan kepada segenap jajaran pendidik dan pengajar di seluruh Indonesia atas dedikasi dan pengabdiannya selama ini. Meskipun banyak permasalahan pelik selalu menghantam gejolak dan gairah seorang guru. Namun demikian niat dan tekat bulat mengalahkan itu semua. Guru selalu lumintu mendidik dan mengajari siswa agar mereka tidak bernasib sama seperti dirinya. Tak perlu mengomentari seluk beluk permasalahan seorang pendidik yang rumit, tetapi sejenak kita menengok kebelakang apa makna dari peringatan hari Guru dan esensi siapa yang disebut sebagai guru itu.

Keberadaan seorang guru di Indonesia sudah ada sejak zaman masa pra Aksara sampai sekarang. Guru pada masa pra aksara adalah seorang yang dianggap bisa mengendalikan alam dan kekuatannya. Maklum sebelum masa beragama di Indonesia, masyarakat percaya animism dan dinamisme. Kekuatan alam seperti angin, hujan, petir, atau gangguan hewan liar dan buas tidak sepenuhnya bisa ditangani oleh masyarakat masa pra Aksara. Mereka mencari perlindungan kepada seseorang yang dianggap memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi semua ini. Seorang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah guru yang sekaligus sebagai pemimpin atau ketua suku. Perkataan pemimpin/guru ini selalu diikuti dan dilaksanakan. Pemimpin ini tentu mengajari hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan keseharian. Pemimpin ini sangat dihormati dan dihargai. Pemimpin ini dipilih karena kekuatannya, mengayomi, kepandaiannya, adil, dan tidak takut apapun.
Masa para aksara berakhir di Indonesia dengan datangnya pengaruh Hindu-Budha. Pengaruh Hindu-Budha ini menggeserkan posisi ketua suku yang sebelumnya sebagai pemimpin dan guru bagi lingkungannya menjadi hanya seorang raja saja atau kasta Kstria. Posisi guru diambil alih oleh seorang pendeta / pendande / rsi / sulinggih / empu dari kasta Brahmana. Posisi ini tergantikan karena mereka yang dikatakan guru harus menguasai segala ilmu pengetahuan terutama tentang agama. Guru pada masa ini memiliki siswa yang diasramakan. Alasannya adalah perlu konsentrasi untuk mengajarkan kepada siswa tentang semua ilmu pengetahuan. Oleh karena itu dibangunlah sebuah asrama yang biasanya digabungkan dengan bangunan candi. Guru mengajarkan semua ilmu yang dimilikinya antara lain ilmu tentang agama, bela diri, perang dan sopan santun. Ajaran terakhir ini merupakan letak dasar kepribadian bangsa ini. Kepada yang lebih tua harus menghomati, dan kepada guru maupun orang tua harus lebih dihormati.
Pada abad 9 Masehi, Indonesia memasuki masa pengaruh Islam. Kedatangan Islam merubah tatanan social politik kehidupan masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan dunia pendidikan. Guru pada masa Islam datang diambil alih oleh seorang ustad / sunan / susuhunan / kyai. Sama sebenarnya dengan masa Hindu-Budha, perbedaannya terletak pada siapa yang bisa menjadi guru. Masa Islam ini siapa saja bisa menjadi seorang guru tidak terikat pada status sosialnya. Yang terpenting adalah seorang guru mampu menguasai ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya. Budi pekerti masih menjadi topic dalam keseharian guru dalam mengajari murid-muridnya. Budi pekerti ini adalah pelajaran gabungan dari ilmu agama dengan tingkah laku. Guru menjadi sentral dari system pengajaran Islam saat itu. Penghormatan luar biasa kepada guru adalah hal wajar dan utama masa itu. Belajar perlu tempat khusus yakni sebuah pemondokan, yang lebih kita kenal dengan pondok pesantren. Perkembangan pondok pesantren masa ini sangat luar biasa berkembangnya. Perkembangan ini karena kharismatik dan kepintaran seorang guru sehingga banyak sekali santri-santri yang ingin menimba ilmu pada dirinya.
Abad ke 15 merubah semua kondisi pendidikan Indonesia. Hal ini ditandai dengan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. Perubahan ini sangat terasa sekali karena system yang digunakan sangat bertentangan dengan ajaran kepribadian bangsa ini. Yang diperbolehkan sekolah hanya masyarakat yang status sosialnya tinggi. Guru juga diambilkan dari bangsa Eropa sendiri. Tetapi ada manfaat yang bisa dipetik dari system Eropa yang diterapkan ini, yakni kedisiplinan. Kedisiplinan adalah modal utama guru dalam mengajari siswanya. Menurut bangsa Eropa, belajar harus disiplin segalanya agar ketercapaian menyerap ilmu akan semakin mudah diterimanya. Guru sebagai sentral studi, harus mempunyai jiwa kedisiplinan yang tinggi. Sehingga profesi guru dipilih bukan seorang sembarangan.
Nah sampai pada masa kemerdekaan seperti saat ini, guru silih berganti mengalamai perubahan tujuan dan tuntutan. Guru tidak hanya dituntut pandai, disiplin, wibawa, tetapi juga sebagai contoh perilaku masyarakat sekitarnya. Tetapi masa sekarang guru bukan lagi sebagai profesi yang bonafit. Ketidak bonafitan ini dikarenakan tunjangan atau gaji sangat dibawah standart sebagai seorang profesional. Apalagi tingkat konsumtif masyarakat zaman sekarang sangat tinggi sekali. Tidak heran masyarakat memandang seorang guru sebagai profesi rendah. Tetapi dengan semangat pendahulu kita, guru harus mampu mengendalikan permasalahan masyarakat, disiplin, berwibawa, pandai, maka mari bangkitkan gairah tersebut. Selamat untuk kita semua.

*) Guru SDBI Al Hikmah Surabaya

Selasa, 27 Oktober 2009

Motivasi

Motivasi
Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi membuat keadaan dalam diri individu muncul, terarah, dan mempertahankan perilaku, menurut Kartini Kartono motivasi menjadi dorongan (driving force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.
Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.

• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh individu lain/ organisasi.


Rabu, 21 Oktober 2009

Sumpah Pemuda, Indonesia Merdeka

M. Ridwan *)

Setiap tanggal 28 Oktober kita selalu memperingati hari Sumpah Pemuda. Tetapi setiap tahun juga kita seakan melupakan peristiwa Sumpah Pemuda itu sendiri. Kadangkala sebagai anggota masyarakat bangsa Indonesia, kita seakan cuek dan menganggap tidak penting peringatan-peringatan hari besar Nasional tersebut.

Padahal kita bisa menikmati Indonesia saat ini karena sebagian adalah perjuangan tokoh-tokoh pahlawan pendiri bangsa ini. Oleh karena itu kita harus tahu sedikit banyak tentang apa saja peristiwa yang melatarbelakangi peringatan hari besar nasional seperti Sumpah Pemuda kali ini.
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL SEBELUM SUMPAH PEMUDA
Sebelum adanya peristiwa Sumpah Pemuda, sudah ada peristiwa-peristiwa bersejarah yang menjadi awal Indonesia bersatu, bangkit untuk melawan penjajahan Belanda. Para pelajar dan pemuda Indonesia sudah bisa berfikiran cerdas dan pintar untuk berjuang melawan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi yang bersifat nasional. Memang berjuang bukan hanya melalui peperangan, tetapi bisa dengan cara mendirikan organisasi pergerakan untuk menentang Belanda.
Organisasi-organisasi pergerakan tersebut antara lain :
A. BUDI UTOMO
Kebangkitan Nasional merupakan hari dimana bangsa Indonesia pada tanggal 20 Mei 1908 telah terbentuk organisasi Pergerakan Nasional pertama di Indonesia. Organisasi pergerakan ini tujuannya adalah memajukan bangsa Indonesia melalui pendidikan dan pengajaran.
Organisasi pergerakan ini adalah Budi Utomo yang didirikan oleh para mahasiswa kedokteran Jawa, STOVIA (School tot Opleiding Inlandsche Arsten) di Jakarta. Budi Utomo dipelopori oleh Dr. Soetomo dan Dr. Wahidin Sudirohusodo.



Gambar 1.1. Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Sudirohusodo
Dua mahasiswa ini menginginkan perubahan pada kondisi rakyat Indonesia pada saat dijajah Belanda, terutama perubahan di bidang pendidikan. Sutomo dan Wahidin telah menyaksikan sendiri bahwa rakyat Indonesia masih banyak yang bodoh dan tertinggal. Hal ini dikarenakan mereka rakyat Indonesia tidak diberi kesempatan oleh Belanda untuk sekolah. Sekolah dibangun dan didirikan hanya khusus untuk rakyat yang memiliki uang yang banyak dan kaya. Padahal sebagian besar rakyat Indonesia sangat miskin dan tak mampu. Untuk makan saja tidak cukup apalagi untuk sekolah. Nah oleh sebab itu Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo sebagai tempat bagi mahasiswa-mahasiswa lainnya yang ingin membantu pendidikan dan sekolah bagi rakyat Indonesia.
Kemudian dalam perkembangannya Budi Utomo memiliki anggota yang banyak bukan hanya dari mahasiswa STOVIA saja tetapi juga dari mahasiswa lain, pelajar, maupun golongan orang kaya. Budi Utomo juga berhasil mendirikan cabang-cabang dikota-kota lain di Indonesia seperti Yogyakarta, Surabaya, Magelang, dan Bogor.
B. SAREKAT ISLAM
Semula nama organisasi Sarekat Islam (SI) adalah Sarekat Dagang Islam (SDI). Sarekat Dagang Islam didirikan oleh Haji Samanhudi pada tahun 1911 di Solo Jawa Tengah. Tujuan utama didirikan organisasi ini adalah meningkatkan kesejahteraan bangsa di bawah naungan panji Islam. Anggota SDI adalah para pedagang pribumi atau pedagang masyarakat Indonesia. Sehingga organisasi ini juga sebagai tempat bersatunya para pedagang asli orang Indonesia. Secara tidak langsung organisasi ini juga mampu mengalahkan penguasaan para pedagang Cina maupun Belanda. Pada tahun 1912 SDI ini berubah nama menjadi SI yang diketuai oleh Haji Omar Said Cokroaminoto atau lebih sering disebut H.O.S. Cokroaminoto, dan pusat aktifitas kegiatan sehari-harinya dipindah ke Surabaya. Sarekat Islam berkembang dengan pesat, dengan dibuktikan pada tahun 1913 jumlah anggotanya mencapai 80.000 orang. Kemudian pada tahun 1918 anggotanya menjadi 450.000 orang.
C. MUHAMMADIYAH
Organisasi yang sama berdiri pada tahun 1912 adalah Muhammadiyah. Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan bukan untuk menyaingi organisasi SI. Tetapi untuk memajukan pendidikan bagi masyarakat dan kegiatan yang bertujuan untuk membantu kebutuhan hidup rakyat Indonesia akibat dijajah oleh Belanda. Muhammadiyah juga berusaha mengembalikan ajaran Islam yang berdasarkan Alquran dan Hadist. Wujud nyata Muhammadiyah membantu masyarakat yang perlu kalian ketahui adalah dengan :
a. Mendirikan sekolah-sekolah
b. Mendirikan rumah sakit
c. Mendirikan rumah anak yatim piatu
Jadi Muhammadiyah telah berhasil berjuang melawan kebodohan dan kemiskinan akibat penjajahan Belanda.

D. INDISCHE PARTIJ
Pada masa penjajahan Belanda seringkali rakyat Indonesia dijadikan budak/pembantu yang tidak dibayar. Ini karena Belanda menganggap rakyat kita adalah bangsa yang jelek dan bodoh. Warna kulitnya saja berbeda dengan warna kulit orang Belanda yang putih. Nah melihat ini semua ada sekelompok pemuda yang menamakan dirinya Tiga Serangkai mendirikan perkumpulan untuk menghilangkan anggapan tersebut. Perkumpulan yang dibentuk oleh Dr. Ciptomangunkusumo, Ernest Francois Eugene (E.F.E) Douwes Dekker, dan Ki Hajar Dewantara diberi nama Indische Partij. Indische Partij dibentuk pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung dengan tujuan utama berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia tanpa perbedaan warna kulit, bangsa, suku, dan agama. Indische Partij juga mempunyai semboyan yang berbunyi “Indonesia bebas dari negeri Belanda”. Melihat kenyataan ini tentu saja penjajah Belanda sangat marah dan melarang berdirinya Indische Partij. Kalian tahu apa yang dilakukan Belanda untuk membubarkan Indische Partij? Ya penjajah Belanda menangkap tokoh Tiga Serangkai (Dr. Ciptomangunkusumo, Douwes Dekker, dan Ki Hajar Dewantara) dan membuangnya di negeri Belanda. Dengan demikian berakhirlah perjuangan mereka untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
E. ORGANISASI PEMUDA
Organisasi pemuda yang dimaksud kali ini adalah perkumpulan yang didirikan oleh para pemuda pelajar yang sedang kuliah ataupun sekolah di Jakarta. Pemuda pelajar ini kebanyakan dari luar Jakarta seperti dari Sumatera, Jawa, Sulawesi ataupun Kalimantan. Melihat keberhasilan organisasi – organisasii pergerakan nasional yang telah terbentuk sebelumnya, maka para pemuda pelajar ini berkeinginan untuk membentuk suatu perkumpulan. Perkumpulan ini juga bertujuan mengakrabkan antar pemuda sedaerahnya. Berikut organisasi pemuda yang telah terbentuk :
TRI KORO DARMO
Perkumpulan pemuda ini dibentuk pada tanggal 9 Maret 1915 di Jakarta. Perkumpulan ini pada mulanya didirikan sebagai tempat berkumpulnya para pelajar yang merantau dari Jawa dan Madura. Tujuan utama perkumpulan Tri Koro Darmo adalah mempererat tali persaudaraan diantara pemuda pelajar dari Jawa dan Madura. Pada tahun 1918 nama Tri Koro Darmo diubah namanya menjadi perkumpulan pemuda Jawa atau sering disebut Jong Java. Sehingga anggotanya bisa terbuka bagi seluruh pemuda Jawa.
JONG SUMATERANEN BOND
Jong Sumateranen Bond adalah nama lain dari perkumpulan pemuda pelajar dari Sumatera. Jong Sumateranen Bond didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta. Tentu saja pendirinya adalah pemuda dari Sumatera. Tujuannya hampir sama dengan Jong Java, yakni mempererat hubungan dan persaudaraan antara pemuda pelajar dari Sumatera. Tokoh pemuda yang tergabung dalam Jong Sumateranen Bond antara lain M. Hatta, M. Yamin, dan lain-lain.
JONG MINAHASA
Pada tahun 1918 para pemuda pelajar dari Minahasa tak mau ketinggalan juga untuk mendirikan perkumpulan pemuda. Perkumpulan ini dinamakan Jong Minahasa atau perkumpulan pemuda Minahasa. Tujuan hampir pasti sama dengan perkumpulan pemuda lainnya yakni menggalang dan mempererat persatuan di kalangan pemuda pelajar dari Minahasa
JONG CELEBES
Ini adalah perkumpulan pemuda dari Sulawesi. Tujuan didirikannya juga sama, yakni mempererat tali persaudaraan pemuda pelajar dari Sulawesi yang berada di Jakarta.
KONGRES PEMUDA I
Tumbuhnya banyak organisasi pergerakan Nasional seperti yang sudah kalian baca pada bab sebelumnya, menimbulkan rasa kebangsaan dan persatuan di dada para pemuda Indonesia. Mereka yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda dan pelajar yang bersifat kedaerahan sangat mendambakan munculnya persatuan nasional dikalangan pemuda. Mereka menginginkan agar organisasi-organisasi yang ada melebur diri menjadi satu perkumpulan atau organisasi yang bersifat nasional.
Usaha yang mereka lakukan adalah harus diadakan pertemuan. Ide ini terwujud sehingga pada tanggal 30 April sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta, diadakan Rapat Besar Pemuda-Pemudi Indonesia. Rapat ini dihadiri oleh perwakilan dari organisasi pemuda yang ada. Peristiwa itu dicatat sebagai Kongres Pemuda I. Kongres ini dihadiri oleh wakil-wakil dari berbagai organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Bataks, Jong Ambon, dan lain-lain. Yang memimpin Kongres I adalah Muhamad Tabrani. Tujuan Kongres I adalah membentuk perkumpulan pemuda dengan maksud :
a. Memajukan paham persatuan dan kebangsaan
b. Mempererat hubungan antara semua perkumpulan kebangsaan
Walaupun dalam Kongres Pemuda I belum berhasil mendirikan organisasi pemuda yang bersifat nasional, namun pemuda pelajar tidak berputus asa. Mereka tetap berusaha mendirikan sebuah organisasi yang bersifat nasional.
KONGRES PEMUDA II
Pada bulan Juni 1928, dibentuk sebuah panitia untuk persiapan Kongres Pemuda II. Panitia tersebut antara lain diketuai; Sugondo Joyopuspito, wakil ketua; Joko Marsaid, sekretaris; M. Yamin, dan bendahara; Amir Syarifudin. Panitia tersebut sering mengadakan pertemuan-pertemuan dan hasilnya adalah Kongres Pemuda II akan diadakan bulan Oktober. Kongres Pemuda II diselenggarakan mulai tanggal 27 Oktober 1928. Rapat pertama tanggal 27 Oktober 1928 diselenggarakan di gedung Katholieke Jongelingen Bond (gedung pemuda Katolik) di lapangan Banteng sekarang. Dalam rapat ini belum menghasilkan keputusan apapun, tetapi peserta rapat banyak sekali yang menyampaikan ide-idenya agar dibentuk sebuah Organisasi Pemuda Nasional. Rapat kedua diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928 pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB bertempat digedung Oost Java Bioscoop (sekarang Jl. Medan Merdeka Utara nomor 14). Dalam rapat kedua ini para pemuda sudah berhasil merumuskan ide-ide untuk mempersatukan pemuda Indonesia. Kemudian rapat dihentikan karena demi keamana. Maklum tentara Belanda banyak yang mendatangi lokasi rapat, sehingga rapat dibubarkan sementara.
Setelah dalam kondisi yang aman rapat dilanjutkan kembali. Kali ini rapat yang ketiga diselenggarakan tanggal 28 Oktober 1928 pukul 17.30 WIB bertempat di gedung Indonesch Clubhuis Jl. Kramat Raya nomor 106 (sekarang disebut gedung Sumpah Pemuda). Kongres Pemuda II ini dihadiri oleh lebih kurang 750 orang utusan dari berbagai organisasi pemuda yang ada. Kongres Pemuda II ini berjalan penuh gelora semangat persatuan nasional pemuda Indonesia. Sebagai harapan bangsa, pemuda-pemuda ini sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dikalangan pemuda Indonesia sebagai modal mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah penjajah Belanda merasa sangat cemas dan takut terhadap kegiatan kongres pemuda tersebut. Oleh karena itu jalannya sidang dijaga sangat ketat oleh tentara Belanda. Tetapi penjagaan tentara Belanda ini tidak menyurutkan semangat para pemuda untuk bersatu. Dalam kesempatan waktu istirahat, Wage Rudolf Supratman seorang wartawan dan pencipta lagu, minta izin kepada Sugondo Joyopuspito selaku ketua sidang untuk memperdengarkan lagu ciptaannya berjudul Indonesia Raya. Setelah mendapat ijin dari ketua sidang, W.R. Supratman tampil ke depan untuk memperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaannya. Bukan nyanyian yang dilantunkan, tetapi permainan biola yang dimainkan. Para hadirin sangat terpukau mendengar lagu Indonesia Raya yang dimainkan oleh WR. Supratman melalui gesekan biolanya tersebut. Demikianlah untuk pertama kali lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada tanggal 28 Oktober 1928. Keputusan yang penting yang diambil dalam Kongres Pemuda II ini adalah ikrar “Sumpah Pemuda”. Isi sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah sebagai berikut :
1. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia
2. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
3. Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Ini berarti bahwa para pemuda Indonesia berjanji akan selalu bersatu tanpa membedakan ras, suku bangsa, agama, warna kulit, status, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Modal inilah yang bisa mengantarkan bangsa Indonesia nantinya merdeka, bersatu, berdaulat 17 Agustus 1945. Dengan demikian NKRI selalu terwujud tanpa perpecahan yang berarti.

*) Guru IPS SDBI AL Hikmah Surabaya

Rabu, 19 Agustus 2009

WIB atau BBWI sih?

Alex Murgito

Sejalan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1987, wilayah waktu di Indonesia dibagi menjadi tiga yang masing-masing dikenal oleh masyarakat dengan singkatan WIB, Wita dan WIT.

Bentuk kepanjangannya masing-masing adalah Waktu
Indonesia Barat, Waktu Indonesia Tengah, dan Waktu Indonesia Timur. Pada ungkapan itu kata barat, tengah, dan timur menerangkan kelompok kata waktu Indonesia dan bukan hanya menerangkan kata Indonesia. Dengan demikian, harus ditafsirkan bahwa yang dibagi adalah wilayah waktu, bukan wilayah (pemerintahan) Indonesia menjadi Indonesia Barat, Indonesia Tengah, ataupun Indonesia Timur.

Dalam penggunaannya di masyarakat muncul singkatan BBWI, alih-alih WIB. Ada yang menyebutkan kepanjangannya (a) Bagian Barat Wilayah Indonesia dan ada pula yang menyebutkan (b) Bagian Barat Waktu Indonesia. Kepanjangan (a) tidak mengacu ke wilayah waktu. Selain itu, Bagian Barat Wilayah Indonesia dapat ditafsirkan ‘daerah yang terletak di sebelah barat di luar wilayah Indonesia’ karena dalam urutan kata seperti itu kelompok kata bagian barat diterangkan oleh kelompok kata wilayah Indonesia. Kepanjangan (b) lebih kacau lagi tafsirannya karena kelompok kata bagian barat yang diterangkan oleh kelompok kata waktu Indonesia sulit dipahami maknanya. Dalam hal itu terjadi pembalikan urutan diterangkan-menerangkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Bahasa menganjurkan agar masyarakat pemakai bahasa Indonesia untuk tetap menggunakan ungkapan yang lazim dan benar menurut kaidah bahasa Indonesia. Dengan demikian, di dalam hal pembagian (wilayah) waktu di Indonesia, penggunaan singkatan yang benar adalah WIB (bukan BBWI).
(sumber Pusat Bahasa)

* Guru SDBI AL Hikmah Surabaya

Rabu, 12 Agustus 2009

Sukses Ujian, Prestasi Sekolah atau LBB?*

Mohammad Efendi **

Coreng hitam menghias muka pendidikan kita awal Mei ini. Pasalnya, seperti yang ramai diberitakan di media, beberapa sekolah gagal meluluskan siswanya. Bahkan ada sekolah di belahan timur Pulau Jawa yang gagal 100 persen. Setelah dirunut, ternyata siswa lebih mempercayai kunci jawaban palsu untuk diisikan di LJK (Lembar Jawaban Komputer), dibanding dengan hasil olah pikir mereka sendiri. Menyedihkan!
Padahal sekolah tersebut tergolong favorit. Solusi yang ditawarkan BSNP pun aneh, dan keluar dari rel. Mengapa demikian? Karena ujian ulang yang akan mereka gelar untuk siswa yang terbukti langcung tersebyut jelas-jelas tak ada dalam POS (Panduan Pelaksanaan Operasional) ujian. Jelas, hal ini menjadi perdebatan marak. Seperti yang kita ketahui, kelulusan SMP dan SMA sangat bergantung kepada hasil Unas mereka. Dan berpatokan pada ketetapan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), tahun ini, angka standar kelulusan sebesar 5,50.

Sementara itu, bagi siswa SD, kelihatannya tak banyak hal yang merintangi untuk dapat lulus. Karena kelulasan masih di tangan sekolah masing-masing. Bahkan boleh jadi, hasil UASBN pun masih bisa dinego sebagai syarat kelulusan. Karena, seperti penuturan Kepala Dispendik Kota Surabaya, Bapak Sahudi, standar komitmen kelulusan siswa SD metropolis ini “hanya “ 2,81. Angka itu didapat dari rata-rata standar kelulusan yang disetorkan sekolah kepada dinas pendidikan. Dan uniknya, meskipun nilai tersebut tergolong minim, itu pun masih bisa dilanggar oleh sekolah yang ngotot siswanya lulus.. “Sekolah boleh melanggar standar komitmen kelulusan tersebut, tapi harus melaporkan kepada kami,” ujar mantan kepala SMAN 15 itu.

Seiring dengan itu, guna meraih kelulusan maksimal, bulan-bulan lalu, sekolah telah mendesain pembelajaran untuk sukses ujian. Usaha gigih yang dipakai manajemen sekolah pun bermacam-macam. Mulai dari pematangan penguasaaan materi pelajaran, sampai mengarah ke spiritual. Les-les sepulang sekolah, atau tambahan jam pelajaran menjadi program yang wajar ada. Bahkan, jika tak ada, ada kalanya wali murid menanyakannya keseriusan sekolah dalam mempersiapkan anaknya untuk ujian. Demikain pula dengan upaya penguatan ruhani lewat shalat malam dan istigosah bersama. Luar biasa!

Namun, benarkah hajat tahunan ini hanya menjadi milik sekolah? Tentu tidak. Ada pihak lain yang turut “memanfaatkan” rutinitas ini untuk mengatrol bisnis mereka, yaitu LBB (Lembaga Bimbingan Belajar). Bagi LBB, momen ujian dimanfaatkan sebagai salah satu poin yang digemborkan ke orang tua untuk membelajarkan anaknya di LBB tersebut. Mereka menawarkan solusi bagi kekhawatiran orangtua akan prestasi belajar anaknya. Mudahnya, seolah mereka bicara, “Jika ingin sukses ujian, ikutlah bimbingan di LBB kami.” Bahkan berdasar penuturan beberapa teman, sudah bukan hal baru jika sekolah merangkul LBB untuk mengisi bimbingan pelajar di sekolah mereka. Jika sudah demikian, berati ada dua pemain yang menjadi katalis peningkatan kemampuan siswa: guru sekolah dan LBB.

Sehubungan dengan itu semua, wajarlah bila kemudian muncul pertanyaan. Bila anak sukses ujian, sedangkan sang anak ikut bimbingan belajar, itu prestasi siapa? Prestasi sekolah atau LBB? Atau semata-mata prestasi siswa? Inilah pertanyaan yang mungkin perlu direnungkan kembali. Bukan untuk menggugat sekolah atau LBB. Tapi lebih semacam upaya mempertanyakan peranan sekolah dalam melaksanakan amanah dalam mendidik siswa. Karena, bagimanapun juga, institusi inilah yang hendaknya didorong untuk mendidik siswa sesuai dengan fungsinya. Jangan sampai keberadaannya termarginalkan oleh LBB.

Tentu menjadi kebanggaan bagi sekolah bila ada siswanya yang meraih nilai UAN tertinggi di wilayahnya. Karena itu merupakan poin positif dalam melambungkan nama sekolah. Namun, benarkan prestasi itu muncul semata-mata sebagai buah upaya sekolah? Ini yang perlu dipertanyakan. Karena bukan tidak mungkin, ada faktor lain yang justru dominan mengalir di dalamnya. Misalnya, dengan nambah jam belajar di luar kelas. salah satunya lewat privat atau LBB. Inilah yang mestinya direkam secara kritis oleh wali murid di Metropolis. Hingga mereka benar-benar bisa memilih sekolah yang sesuai dengan anaknya. Bukan hanya berdasar kata orang, atau label favorit atau nonfavorit saja.

Luar biasa memang, penetrasi LBB ke dunia pendidikan sekarang ini. Kemunculannya yang dulu hanya dianggap sebagai teman belajar siswa, kini menguat menjadi instansi pendidikan itu sendiri. Ada beberapa nama LBB yang kini hadir di Surabaya. Ada yang memang hanya ada di Surabaya saja, namun ada pula yang tergolong LBB besar dan ternama. LBB tersebut telah sukses menjalarkan tangannya di kota-kota tanah air ini. Salah satunya Primagama yang familiar dengan wajah Rano “si Doel” Karno.

Guna menancapkan taringnya di sebuah sekolah, mereka tak segan-segan mengadakan try out gratis. Dan arahnya bisa ditebak, kegiatan ini ibarat kail yang akan menghasilkan bondongan siswa yang ikut nambah kaweruh di tempatnya. Dan jika siswa didikan mereka berhasil diterima di sekolah atau perguruan tinggi ternama (ITS, Unair, UGM, dll), mereka akan memampangkannya di depan tempat bimbingan. Mungkin sebagai pembakar spirit, atau menunjukkan prestasi yang telah dicapai.

Secara pragmatis, kehadiran LBB dan semacamnya dapat menjadi partner sekolah atau orang tua untuk meningkatkan prestasi anak didiknya di sekolah. Jika targetnya hanya kognitif saja. Misalnya sukses UAN, masuk perguruan tinggi, dll. Namun secara menyeluh, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya. Yaitu, sekolah tak boleh hanya mengurusi kognitif, tapi juga harus mengembangkan psikomotor dan afektif siswa. Di lain pihak, biasanya ranah psikomotor dan afektif tak diurusi di lembaga-lembaga tersebut. Padahal, dua aspek itulah yang menjadi semangat KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang berganti nama dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Masalah pengelolaan pendidikan, dewasa ini memang tak lebas dari penggunaan jaringan. Maksudnya, perlu membangun jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga sejenis yang memiliki tujuan sama. Hingga sekolah yang bersangkutan mampu mengukur prestasi anak didiknya di antara siswa-siswa sekolah yang lain. Hingga, istilah jago kandang tak muncul di sekolah tersebut. Sekat-sekat tembok sekolah perlu disingkirkan sejauh mungkin. Sekolah lewat manajemen terukur harus mampu menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki tujuan sama dengan sekolah-sekolah lain. Jadi, jangan hanya bertarung sendirian. Tapi gunakan kemampuan kebersamaan untuk menyelesaikan masalah pendidikan. Apakah hanya dengan sesama sekolah saja kerja sama itu dibangun? Tak ada salahnya juga dengan LBB. Asalkan, tetap terkontrol.

Berkaitan dengan siswa yang ikut belajar di luar sekolah, secara umum, sikap sekolah di Surabaya cukup beragam. Ada sekolah yang membiarkan, bahkan merasa terbantu. Namun ada juga yang memohon orangtua untuk tetap memercayakan masalah pendidikan anaknya kepada sekolah. Fenomena kedua ini biasanya didasari pada tingkat kelelahan fisik dan emosi siswa yang telah belajar seharian di sekolah. Terutama sekolah berjenis full day. Lagi pula, tak semua masalah pelajaran di sekolah dapat diobati dengan les privat atau ikut LBB. Bisa jadi ada aspek lain yang menyebabkan anak kurang memahami pelajaran.

Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah, sekolah harus mampu menunjukkan prestasi secara independen. Maksudnya, prestasi yang diperoleh sekolah haruslah benar-benar jerih payah sekolah. Bukan karena siswa belajar di tempat lain, lalu membuat harum nama sekolah.

efendialhikmah@yahoo.co.id

* Tulisan tersebut dimuat di Radar Surabaya, 8 Juni 2009
** Guru SDBI Al Hikmah Surabaya

Selasa, 14 Juli 2009

Perpustakaan Sekolah => MInat Baca ?

Ammar *)

Dalam perkembangan peradaban manusia, buku memang memiliki kekuatan yang dahsyat. Kendati demikian, kedahsyatan buku tentu tidak akan ada apa-apanya jika benda tersebut hanya dipajang, tidak pernah disentuh dan dibaca. Dan tampaknya, inilah masalah kita saat ini. Membaca merupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian,
kemampuan membaca tidak terjadi secara otomatis karena harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat membaca.
Minat baca memang dapat dikaitkan dengan kemampuan membaca, dan kemampuan membaca berhubungan dengan bacaan. Oleh sebab itu, bacaan merupakan faktor penting yang perlu disediakan untuk mengasah kemampuan membaca untuk kemudian meningkatkan minat baca. Lemahnya kemampuan membaca, sangat boleh jadi karena kesempatan mengasah lewat bacaan masih langka, apakah karena alasan kesibukan, atau buku bacaan masih menjadi barang mahal. Perpustakaan walaupun bukan satu-satunya indikator minat baca, namun memegang kendali dalam hal memacu minat baca dalam kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang belum menempatkan bahan bacaan sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi.
Kebanyakan atau bahkan hampir keseluruhan jumlah SD kita miliki jumlahnya sekitar 148.262 SD sedangkan jumlah 132.718 (89,5%) yang memiliki perpustakaan, sedangkan sekitar 15.544 (10,5 %) tidak memiliki fasilitas perpustakaan. Buku pelajaran dan buku bacaan umum tidak terkoleksi secara lengkap. Bahkan, banyak SD yang tidak memiliki ruang khusus untuk perpustakaan dan tidak memiliki petugas khusus yang mengelola perpustakaan. Dengan demikian, wajar saja kalau siswa SD kita tidak memiliki kebiasaan membaca yang memadai. Padahal masalah minat membaca merupakan persoalan yang penting dalam dunia pendidikan. Anak-anak SD yang memiliki minat membaca tinggi akan berprestasi tinggi di sekolah, sebaliknya anak-anak SD yang memiliki minat membaca rendah, akan rendah pula prestasi belajarnya (Wigfield dan Guthrie, 1997).
Untuk itu diperlukan adanya perberdayaan perpustakaan sekolah dengan fasilitas dan koleksi buku bacaan yang memadai khususnya sekolah dijenjang SD karena di usia ini pihak sekolah bisa membentuk dan menumbuhkan minat baca bagi siswa untuk keranjingan membaca dan siswa benar-benar memanfaatkan fasilitas perpustakaaan yang ada di sekolahnya. Tentu saja kerja sama oleh semua pihak sangat dibutuhkan antara lain kepala sekolah, wali kelas, guru pengajar, pustakawan, karyawan, wali murid serta peranan pemerintah untuk membantu dan memberikan motivasi kepada siswa. Marilah kita bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk mewujudkan perpustakaan sekolah yang handal.

*) Pustakawan SDBI Al Hikmah

Kamis, 11 Juni 2009

Status SBI, Sebuah Renungan Bersama

Ratih Fitria Dewi *)

Tulisan ini saya buat ketika rekan-rekan saya sedang sibuk-sibuknya memperjuangkan sertifikasi. Ketika melihat mereka berjuang sekuat tenaga sehingga keluarlah niat saya untuk ikut “berjuang” keluar dari zone nyaman rutinitas sebagai guru, lalu coba-coba menulis, hitung-hitung sebagai trial & error semoga saja bisa memberi manfaat.

Ketika sekolah ini mendapat status sebagai Sekolah Bertaraf Internasional adalah sebuah rasa kebanggaan di hati karena ini untuk pertama kalinya sebuah lembaga yang bervisi dakwah melalui misi pendidikan memulai merintis jalur internasional. Bagaimana tidak ini berarti kita sudah berdiri sebagai umat yang bergabung dengan umat lain dibelahan bumi lain dalam ikatan internasional. Dan saya yang masih belum ada apa-apanya ini bisa pula terlibat di dalamnya.
Allah telah menegaskan posisi kita sebagai khoiru ummah (umat terbaik) maka tidak selayaknya kita dengan status SBI ini kemudian melanggar dan boleh keluar dari semua identitas islami atas dasar status internasional. Penggunaan bahasa inggris yang mulai kita beri proporsi perhatian hendaknya hanya sebuah sarana untuk mengokohkan dan semakin menebalkan konsep kita dalam menyebarkan konsep Islam rahmatan lil alamin. Sebagai bagian dari umat lain dipenjuru dunia lain untuk berdiri bersama memakmurkan bumi dan segala isinya.
Kedua, hendaknya konsep internasional yang kita raih bisa menjadi pemecut semangat kita untuk mengambil hal-hal positif dari bangsa Raffles ini. Inggris dikenal semangat pantang menyerahnya, demokratis dalam bersikap, namun amat bangga dengan tradisi leluhurnya sehingga sering disebut bangsa konservatif.
Begitu pula kita sebagai seorang guru. Nilai pantang menyerah dalam menghadapi permasalahan anak didik, mau semakin melebarkan telinga untuk mendengar keluh kesah atau cerita anak-anak kita dan bangga dengan izzah sebagai muslim.
Ketiga, status internasional ini adalah sebuah amanat besar untuk menjawab tantangan hadirnya “produk” sekolah yang berbasis dakwah dalam kancah internasional, yaitu hadirnya generasi muslim sejati, generasi mandiri, mampu mempertahankan kehormatan dan harga dirinya sekaligus mampu menyebarkan rahmat bagi semesta alam.
Itulah sebabnya saat ini saya sedang berusaha keras dan terus belajar menanamkan itu semua dalam praktek bertahap saat mengajar ataupun sebagai mitra kelas. “Menggarap” keberanian untuk mempraktekkan bahasa Queen Elizabeth ini dalam kegiatan sehari-hari. Like Mr. Fadholi (my shensei di English Learning) have said to me : “Practice makes perfect” . Juga belajar menjadi guru yang lebih banyak mendengarkan ketimbang sekedar mendengar ketika anak-anak bercerita hal-hal “remeh” macam Adhnan yang bercerita tim sepak bola kesayangannya ataupun Rafi yang sangat kagum dengan Ultramannya.Semoga semangat internasional dalam bahasa komunikasi kita, juga berimbas pada cara pandang dan ketakwaan kita yang men”dunia”..

*) Guru SDBI Al Hikmah

tERJEMAHKAN

Kolom

Label:
Recent Posts
Widget by: Info Blog
 
Loading...

News - Berita

Berita dari ...